Lailatul Qadr, lailah al-qadr (malam yang lebih utama dari seribu bulan) adalah malam yang mulia, Allah SWT mengutamakannya dari seribu bulan tanpa lailah al-qadr di dalamnya.
Dinamakan lailah al-qadr karena mulya derajatnya dan tinggi tingkatannya, dan juga karena rizki dan ketetapan-ketetapan untuk satu tahun ke tahun yang lain ditetapkan di malam tersebut.
Para malaikat dan al-ruh (Maikat Jibril : pent) turun di malam tersebut, kemudian mereka menyampaikan salam kepada orang-orang yg senantiasa tekun (beribadah). Maka para ulama berbeda pendapat tentang apakah mereka (para malaikat dan al-ruh) menyampaikan salam untuk mereka dari diri mereka sendiri ataukah menyampaikan salam untuk mereka dari Robb mereka?
Dan sungguh malam dimana perayaan datang di dalamnya, pasti ada salam dari Robb semesta alam atasnya. Benar pantaslah malam itu lebih baik dari seribu bulan, pantas pula dicari oleh para pencari, dan diminta oleh para peminta. Karna itu pula Rasulullah SAW beserta para sahabat dan orang-orang shalih setelahnya mencarinya.
Malam itu berada di sepuluh malam terakhir dari Bulan Ramadhan, dan ia di malam-malam ganjilnya lebih tepatnya.
Dan nampaknya malam itu adalah malam tanggal 21, karena Rasulullah SAW melihatnya, kemudian dijadikannya lupa darinya. Dan beliau menyebutkan dipagi harinya bahwa beliau sujud di tanah yang becek.
Dan benar, bahwa Masjid Nabawi kemasukan air pada malam 21, dan terlihat ada bekas tanah (yang menempel) di kening dan hidung Rasulullah SAW. Tanggal 21 diperkuat lg dengan bahwasanya Rasulullah memberi tahu, bulan di malam itu layaknya separuh mangkuk. Dan bulan tidak terlihat seperti separuh mangkuk kecuali hanya di malam ke-7 dan malam ke-21.
Dari sebagian keutamaan malam ini yaitu bahwa siapa saja yang menghidupkannya karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Dalil dari apa yang kami sampaikan ini adalah sabda Rasulullah SAW:
أريت ليلة القدر, ثم أيقضنى بعض أهلى فنسيتها, فالتمسوها فى العشر الغوابر
“Aku diperlihatkan lailatul qadr, kemudian salah satu istriku membangunkanku dan aku dijadikan lupa tentang malam itu, tapi carilah ia di sepuluh malam terakhir.” (HR. Imam Muslim nomor hadits 1166, Pembahasan Puasa, Bab Keutamaan Lailatul Qadr, dari Abu Hurairah RA.)
Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
تحروا ليلة القدر فى الوتر من العشر الأواخر من رمضان
“Perhatikanlah lailatul qadr di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di Bulan Ramadan.” (HR. Imam Bukhari nomor 2017, dan Imam Muslim nomor 1169)
Dan Abu Hurairah berkata: “Kami mengingat Lailatul Qadr ketika bersama Rasulullah SAW beliau bersabda:
أيكم يذكر حين طلع القمر وهو مثل شق جفنة
“Apakah salah satu dari kalian ingat ketika bulan itu muncul, dan ia seperti separuh mangkuk.” (HR. Imam Muslim nomor 1170)
Dan shahih juga dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang menghidupkan lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala dari Allah, diampuni dosanya yang telah berlalu.” (HR. Imam Bukhari nomor 1901)
Dan disunnahkan untuk memperbanyak pujian dan doa bagi siapa saja yang melihatnya, dan memperbanyak doa:
اللهم إنك عفو كريم, تحب العفو فاعف عنى
“Ya Allah sungguh engkau Maha Pengampun lagi Maha Mulia, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku.” (HR. Imam Tirmidzi nomor 2508)
Dan jika seseorang meringkas (doanya) untuk memuji Allah, maka itu lebih utama. Sesuai hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau bersabda:
قال الله عز وجل: من شغله ذكرى عن مسألتى, أعطيت أفضل ما أعطى السائلين
“Allah Azza wa Jalla berfirman: Barang siapa yang disibukkan oleh dzikir kepada-Ku, dari meminta kepada-Ku, akan Aku berikan pemberian yang paling utama dari apa yang telah diberikan kepada para pemohon.” (HR. Imam Tirmidzi nomor 2927)
(Diterjemahkan dari Kitab Maqashid al-Shaum karangan Sulthan al-‘Ulama’ Al-‘Izz ibn ‘Abd al-Salam)
Juga pendapat Imam Al-Ghazali dan bbrp ulama yg lain, disebut dalam ktb I’anatut Thalibin juz 2, hal. 257, bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama bulan Ramadhan:
قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر
فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين
أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين
أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين
أو الخميس فهي ليلة خمس وعشرين
أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين
قال الشيخ أبو الحسن ومنذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة المذكورة
- Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29
- Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21
- Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jum’at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27
- Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25
- Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23
Syekh Abul Hasan As-Syadzili menegaskan:
“Semenjak saya menginjak usia dewasa Lailatul Qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut.”
Begitu jg dalam Hasyiah al-Jamal, hal. 480 dijelaskan:
كما اختاره الغزالي وغيره وقالوا إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر فإن كان أوله يوم الأحد أو الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين أو يوم الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين.
Dalam ktb I’anatut Thalibin dalam halaman 258, kitab Hasyiah al-Bajury dalam juz pertama halaman 304, ada kaidah yg berbeda:
وإناجميعا إن نصم يوم جمعة # ففى تاسع العشرين خذ ليلة القدر
وإن كان يوم السبت أول صومنا#فحادي وعشرين إعتمده بلاعذر
وإن هلّ يوم الصوم فى أحد # ففى سابع العشرين مارمت فاستقر
وإن هلّ بالإثنين فاعلم بأنّه # يوافيك نيل الوصل فى تاسع العشرى
ويوم الثلاثاإن بدا الشهرفاعتمد # على خامس العشرين تحظ بها القدر
وفى الأربعاء إن هلّ يامن يرومها # فدونك فاطلب وصلها سابع العشي
ويوم الخميس إن بدا الشهر فاجتهد # توافيك بعد العشر فى ليلة الوتر
“Jika awal puasanya Jumat maka pada malam ke-29; jika Sabtu maka pada malam ke-21; jika Ahad maka pada malam ke-27; jika pada Senin maka pada malam ke-29; jika Selasa maka pada malam ke-25; jika Rabu maka pada malam ke-27; jika Kamis maka pada sepuluh akhir malam-malam ganjil.”
Adapun indikasinya bisa disesuaikan dgn sabda Nabi, sbgmn riwayat dari ‘Ubay Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
صَبِيْحَةُ لَيْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَمسُ لاَ شعاع لَهَا، كَاَنَهَا طَشْتٌ حَتَّى تَرْتَفَعُ “
Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” [HR. Muslim]
Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan”
(Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan)