Ada seorang teman yang datang ke sebuah daerah di Jawa Tengah. Dia memang tergolong orang yang berkecukupan, bahkan tergolong keluarga yang kaya raya. Dia sengaja membawa uang 10 juta untuk dibagikan kepada orang-orang yang betul-betul membutuhkan. Kemudian, dia masuk ke sebuah dusun di daerah tersebut, dan dia bertemu dengan seorang nenek yang hidupnya sendirian. Kemudian nenek itu memasuki sebuah rumah yang terbuat dari bambu sambil menggendong kayu bakar sebagai persiapan untuk memasak.
“Dapat dari mana kayu bakar itu, Nek?”
“Mencari di hutan.”
“Nenek di sini sendirian.”
“Ya.” Jawabnya pendek.
“Tapi nenek punya anak? Kenapa tidak bersama anak nenek?”
“Dia ikut Suaminya ke luar Jawa.”
Teman saya itu melihat sebuah aura yang cerah, polos, bersahaja, dan sangat sejuk. Nenek itu menurunkan kayu bakarnya dan menatanya di dalam gubuk. Teman saya menanyakan tempat beras nenek, ia menunjukkannya, dan ternyata beras yang ditunjukkan nenek hanya ada dalam sebuah plastik yang tak kurang dari 1 kg.
“Beras Nenek hanya ini?”
“Ya”
“Benar nenek hanya punya beras sebanyak ini?” teman saya menegaskan.
“Ya. Nenek tak punya uang untuk membeli banyak.”
“Lauknya, Nek?”
Perempuan berambut putih itu menunjukkan sepotong tempe dan bayam. Mata teman saya itu tiba-tiba berkaca-kaca.
“Nenek punya uang berapa sekarang?”
“Tidak punya.”
“Sama sekali?”
“Ya, tidak punya. Hidup di desa seperti ini, yang penting bisa makan sudah cukup, Mas.” Jawabnya.
“Kalau saya kasih 1 juta nenek mau?”
“Seumur hidup saya belum pernah pegang uang satu juta, Mas.”
Teman saya kemudian berpikir ternyata uang yang digunakannya untuk makan di restoran bersama istri dan anaknya tiap malam, yang menghabiskan lebih dari 1 juta itu bisa membuat nenek itu sangat senang. Dia kemudian mengeluarkan amplop yang berisi 1 juta.
“Nenek, saya kasih uang 1 juta buat Nenek. Saya harap nenek bisa memakainya untuk membeli makanan yang Nenek inginkan.”
Air mata nenek itu tumpah. Teman saya pun memeluk nenek yang senang itu. Mulai saat itulah teman saya tidak pernah makan di restoran yang mahal, karena dia berpikir sesungguhnya makanan hanya enak di mulut, pada akhirnya juga menjadi kotoran. Sementara uang yang diberikan untuk makanan lebih baik dibagikan kepada orang yang tidak mampu karena semua itu bisa lebih bermanfaat dan bisa membuat orang lain menjadi bahagia.
Karena melihat orang lain senang adalah kesenangan tersendiri.
Amrin Rouf dalam bukunya Kisah-kisah Inspiratif Para Pelaku Sedekah