Umat Islam seluruh dunia sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan. Para dai pun mulai bersiap-siap untuk mensyiarkan ajaran Islam, termasuk ke luar negeri. Salah satu dai yang akan berdakwah ke luar negeri adalah Ustadz Badrussalim (wali santri dari Al-Wardatul Adawiyah, kelas VII KMI) dari Kebumen, Jawa Tengah.
Pada Ramadhan tahun ini, Ustaz Badrus menjadi salah satu dai yang akan dikirimkan Dompet Dhuafa ke Suriname melalui program Dai Ambassador. Suriname adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara ini berbatasan dengan Guyana Prancis di timur dan Guyana di barat.
“Saya penugasan di Suriname, itu di antara distanasi dakwah untuk tahun ini dan ini negara yang terjauh, mohon doa restunya,” ujar Ustaz Badrus kepada Republika dalam acara Pelepasan Dai Ambassador di Gedung Filantropi Dompet Dhuafa, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).
Ada sejumlah tantangan yang akan dihadapinya untuk berdakwah di Suriname. Pertama, untuk menuju ke negara itu membutuhkan waktu yang sangan lama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Ustaz Badrus.
“Pertama adalah perjalanan ke sana, saya lihat di tiket itu kurang lebih 24 jam lebih, kita transit di Belanda, kemudian ke sana,” ucap dia.Ustaz Badrus menuturkan, etnis Jawa di Suriname memang cukup banyak. Setidaknya ada 14 persen etnis Jawa yang tinggal di negara itu. Begitu pula dengan populasi umat Islam di negeri bekas jajahan Belanda itu yang mencapai sekitar 14 persen. Hal tersebut cukup memudahkan Ustaz Badrus untuk menyampaikan dakwahnya.
Namun, menurut dia, yang menjadi tantangan selanjutnya adalah ketika akan berdakwah kepada komunitas di luar etnis Jawa tersebut. Menurut dia, masyarakat di Suriname menggunakan bahasa Belanda.
“Mungkin tantangannya adalah ketika nanti mendakwahkan selain dari pada etnis Jawa. Jadi ketika akan komunikasi dengan mitra di sana butuh kompetensi berbahasa Belanda. Karena bahasa nasionalnya bahasa Belanda. Karena dulu jajahan Belanda,” kata Ustaz Badrus.
Ketika berdakwah di Suraname, dia juga akan berhadapan dengan masyarakat yang berbeda-beda. Namun, Ustaz Badrus tidak khawatir. Karena, sejak masuk pesantren, dia telah diajarkan untuk selalu menghargai perbedaan, baik di pesantren modern maupun di pesantren salaf.
“Saya pernah dididik di pesantren dan diajarkan berukhuwah dengan berbagai suku bangsa dari seluruh Indonesia. Sehingga saya sudah terbiasa dengan perbedaan ini. Itu memupuk kami di dalam berdakwah lintas negara yang di situ masyarakatnya beragam etnis,” jelas Ustaz Badrus.
Ustaz Badrus telah ditempa dengan berbagai ajaran agama untuk menjadi seorang dai internasional. Dia adalah seorang santri kelana. Setidaknya ada lima pesantren yang telah disinggahi untuk belajar agama, baik pesantren salaf maupun modern.
Ustaz Badrus pernah menimba ilmu agama di Pondok Pesantren Modern Gading Kroya, Jawa Tengah. Selain itu, dia juga pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Al Huda Jetis Kebumen, Pondok Pesantren Lirboyo, Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji Banyumas, dan Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri.
“Kalau di pesantren salaf itu biasanya menggunakan bahasa Jawa. Kultur bahasa Jawanya itu kental. Nah ini pas sekali ketika di Suriname sudah ada sedikit bekal untuk menyampaikan dengan menggunakan bahasa Jawa,” ucap dia.
Sebelumnya, Ustaz Badrus juga beberapa kali ditugaskan berdakwah ke luar negeri. Ia bergabung dengan Dai Ambassador Dompet Dhuafa sejak 2014 lalu. Pada saat itu, ia ditugaskan untuk berdakwah ke Malaysia pada bulan Ramadhan.
“Pertama 2014 saya ke Malaysia, tapi karena ayah meninggal saya mohon izin,” kata dia.
Pada 2015, barulah ia bisa berdakwah untuk pertama kalinya ke Timor Leste. Pada Ramadhan 2018 dan 2019, Ustaz Badrus juga pernah ditugaskan kembali menjadi Dai Ambassador ke Hong Kong selama Ramadhan.
“Jadi kalau yang pertama di negara tedekat, saya sekarang yang terjauh. Alhamdulillah keluarga sangat mendukung dan mudah-mudahan menjadi amal baik mereka juga dengan kesabaran dakwah ketika ditinggal suaminya untuk melakukan tugas,” jelas dia.
Pada Ramadhan kali ini, Ustaz Badrus akan kembali meninggalkan istri dan anaknya untuk berdakwah selama sebulan penuh. Namun, ia bersyukur selalu mendapat dukungan penuh dari keluarganya.”
Alhamdulillah khususnya istri dulu juga santri. Jadi sudah memahami risiko dakwah. Hanya satu bulan kita sudah terbiasa. Karena, ini juga bukan hanya yang kali pertama,”ujar dia.
Ditulis oleh Muhyiddin republika.id, disalin dan diketik ulang oleh Admin