Shalat Jum’at Kurang Dari 40 Orang Bolehkah?

Kami Santri

Salat jum’at merupakan salat yang disyariatkan oleh Allah, Ia adalah satu diantara kelebihan yang diberikan secara khusus oleh Allah swt kepada umat ini yang akan memberikan kejayaan khususnya di akhirat melalui kemulian-kemulian yang ada pada hari tersebut. Salat jum’at telah difardhukan di Makkah sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Namun tidak dapat didirikan di Makkah disebabkan orang-orang Islam lemah dan tidak berkemampuan untuk berhimpun bagi mendirikannya pada ketika itu. Dalil yang menunjukkan salat jumaat disyaria’tkan dan diwajibkan firman Allah swt, Q.S. Al-Jumu’ah: 9.

يَا أَيّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْم الْجُمُعَة فَاسْعَوْا إلَى ذِكْر اللَّه وَذَرُوا الْبَيْع ذَلِكُمْ خَيْر لَكُمْ إنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Mengenai salat jum’at semua kalangan ulama’ sepakat bahwa di antara syaratnya adalah berjemaah. Namun, terdapat perbedaan madzhab, untuk sahnya salat jum’at disyaratkan adanya penambahan dari syarat-syarat salat fardhu yang sebelumnya yaitu syarat wajib salat jum’at, syarat pelaksanaan, syarat sah, dan syarat orang yang dikenai kewajiban salat jum’at, ada tujuh syarat wajib salat jum’at tambahan menurut madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i. Namun hanya ada lima syarat tambahan menurut madzhab Maliki dan empat syarat menurut madzhab Hanbali.

Adapun yang menjadi fokus pembahasan pada artikel ini adalah syarat sah dalam melakukan salat jum’at mengenai bilangan ahli jum’at. Dalam pembahasan syarat sah jumlah jamaah shalat Jum’at, para ulama beragam pendapat bahkan menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar ada 15 pendapat yang berbeda, sebagaimana dikutip oleh As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnahnya.

واختلفوا في العدد الذى تنعقد به الجمعة إلى خمسة عشر مذهبا، ذكرها الحافظ في الفتح

Artinya: Mereka berbeda pendapat mengenai jumlah keabsahan jamaah shalat Jumat. Ada 15 pendapat seperti apa yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Kitab Fath al-Bari. (Fiqh as-Sunnah hlm. 213)

Dalam madzhab Syafi’i dan Hambali disyaratkan 40 laki-laki warga setempat:


تقام الجمعة بحضور أربعين فأكثر بالإمام من أهل القرية المكلفين الأحرار الذكور المستوطنين

Artinya : Pelaksanaan shalat Jumat dihadiri 40 atau lebih bersama imam dari penduduk yang sudah mukallaf, merdeka, laki-laki,  dan pemukim. (Maktabah Syamilah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 2 hlm. 1296)

Dalam menentukan bilangan ahli jum’at, madzhab Syafi’i berpendapat hendaklah salat jum’at dihadiri oleh empat puluh orang laki-laki, mustauthin, merdeka, dan baligh. Ada beberapa hadits yang menerangkan hal tersebut, kami tuliskan satu di antaranya:

أخبرَنا أبو زَكَريّا ابنُ أبي إسحاقَ المُزَكِّى وغَيرُه قالوا: حدثنا أبو العباسِ محمدُ بنُ يَعقوبَ، أخبرَنا الرَّبيعُ بنُ سُلَيمانَ، أخبرَنا الشّافِعِىُّ، أخبرَنا إبراهيمُ بنُ محمدٍ، حَدَّثَنِى عبدُ العَزيزِ بنُ عُمَرَ بنِ عبدِ العَزيزِ، عن أبيه، عن عُبَيدِ اللهِ بنِ عبدِ اللَّهِ بنِ عُتبَةَ قال: كُلُّ قَريَةٍ فيها أربَعونَ رَجُلًا فعَلَيهِم الجُمُعَةُ

Artinya: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Zakaria bin Ishak Al-Muzakki dan lainnya: menyampaikan kepada kami Abu Abbas Muhammad bin Ya’kub, telah mengkhabarkan kepada kami Al-Rabi’ bin Sulaiman, telah mengkhabarkan kepada kami Asy-Syafi‟i, telah mengkhabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammmad, telah menyampaikan kepadaku Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz dari ayahnya, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah telah berkata: setiap kampung yang ada padanya empat puluh orang laki-laki, maka atas mereka itu wajib jum’at. (H.R. Baihaqi, Maktabah Syamilah, As-Sunan Al-Kubra, juz 3 hlm. 253)

Berbeda dengan pendapat Syaikh Wahbah Az-Zuhaili yang menyatakan:


ويظهر لي أن الجمعة تتطلب الاجتماع، فمتى تحققت الجماعة الكثيرة عرفاً، وجبت الجمعة وصحت، وليس هناك نص صريح في اشتراط عدد معين. والجماعة في الجمعة شرط بالاتفاق

Artinya; Menurutku yang benar adalah shalat Jumat dituntut adanya jamaah, maka ketika terealisir sekumpulan orang yang banyak menurut makna ‘urf (tradisi) maka wajib shalat Jumat dan sah, tidak ada nash yang jelas yang mensyaratkan jumlah secara khusus. Berjamaah dalam shalat Jumat adalah syarat berdasarkan kesepakatan ulama. (Maktabah Syamilah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 2 hlm. 1297)

Mengenai hal ini Syaikh Sayyid Sabiq menguatkan statmen tersebut, bahwa salat jum’at tetap sah dengan dua orang atau lebih:


والرأي الراجح أنها تصح باثنين فأكثر

Artinya; “Dan pendapat yang kuat adalah shalat Jum’at tetap sah dengan dua orang atau lebih.” (Fiqh as-Sunnah hlm. 213)

Namun demikian mari kita lihat bagaimana ulama syafi’iyyah berpendapat tentang keabsahan salat jum’at dengan peserta jamaah yang berstatus muqim qhoiru mustauthin (mukim sementara). Syaikh Asy-Syirazi dalam kitabnya Al-Muhadzdzab mengemukakan: Salat Jumat dengan peserta jamaah yang berstatus muqim qhoiru mustauthin (mukim sementara) ada dua wajah; yang pertama sah dan yang kedua tidak sah. Hal ini menunjukkan adanya alterrnatif hukum sah terbuka. Maka dari itu mari kita ulas bagaimana pendapatnya :

وهل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين؟ فيه وجهان: قال أبو علي بن أبي هريرة تنعقد بهم لأنه تلزمهم الجمعة فانعقدت بهم كالمستوطنين وقال أبو إسحاق: لا تنعقد

Artinya: Dan apakah sah (salat jum’at) dengan jamaah berstatus muqim qhoiru mustauthin (mukim sementara)? Ada dua pendapat; Abu Ali bin Abu Hurairah berkata: Hukumnya sah beserta mereka, karena kewajiban shalat jum’at melekat pada mereka. Maka hukumnya sah seperti halnya jamaah berstatus mustauthin. Sementara Abu Ishaq menyatakan: Hukumnya tidak sah. (Maktabah Syamilah, Kitab Al-Muhadzdzab Fi Fiqh Imam Asy-Syafi’i, juz 1 hlm. 208)

Sayyid Bakri pengarang I’anah menyatakan bahwa As-Syafi’i dalam qoul qodim ada dua pendapat:

  1. Minimal peserta Salat Jumat empat orang penduduk tetap
  2. Minimal dua belas orang penduduk tetap


فلا ينافي ان له قولين قديمين في العدد أيضا أحدهما اقلهم أربعة …….ثاني القولين اثنا عشر

Artinya; Maka tidak dapat dipungkiri bahwasanya (Imam Syafi’i) mempunyai dua pendapat dalam Qaul Qadimnya mengenai jumlah (peserta salat jum’at) yang pertama 4 orang ….. dan yang kedua 12 orang. (Maktabah Syamilah, I’anah At-Thalibin, juz 2 hlm. 70)

Apakah boleh menggunakan pendapat qoul qodim dalam hal ini (pendapat imam Assyafi’i saat beliau di Baghdad)? Jawabanya : Ya, tentu boleh asal qoul qodim itu didukung oleh Ashab.


وهل بجوز تقليد هذين القولين الجواب نعم فانه قول للامام نصره بعض اصحابه ورجحه

Artinya : Dan apakah boleh mengikuti dua pendapat dari qaul Qadim ini? Jawabnya ; Ya, tentu boleh karena ini juga pendapat Imam Syafi’I, telah didukung dan di rajihkan oleh para sahabatnya. (Maktabah Syamilah, I’anah At-Thalibin, juz 2 hlm. 70)

Kesimpulan yang dapat ditarik dari ulasan di atas adalah;

  1. Imam Syafi’i berpendapat ketentuan bilangan ahli jum’at hendaklah dihadiri empat puluh orang laki-laki mustauthin. Pendapat ini diikuti oleh semua penganut mazhab Syafi’i tanpa adanya ikhtilaf.
  2. Namun demikian tetap ada beberapa ulama syafi’iyah yang membolehkan salat jum’at dengan jamaah berstatus muqim qhoiru mustauthin (mukim sementara).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *